Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong menjelaskan keberhasilan upaya konservasi Indonesia pada Konferensi Internasional Konservasi Satwa Liar di Jakarta (13/9/2022). Alue Dohong menekankan bahwa pemerintah Indonesia, di tingkat regional dan global, telah bekerja keras untuk menjawab tantangan pelestarian satwa liar di bumi.
Konservasi satwa liar mengacu pada praktik melindungi, melestarikan dan secara berkelanjutan menggunakan prinsip-prinsip Strategi Konservasi Dunia untuk spesies liar dan habitatnya. Dengan meningkatnya risiko kepunahan spesies secara global dan dalam konteks konservasi satwa liar, menurut Alue Dohong, perlu diambil langkah-langkah untuk membalikkan status spesies yang terancam punah dan memperbaiki habitat untuk menghentikan dan membalikkan hilangnya spesies (reverse red).
Alue Dohong menjelaskan setidaknya ada 5 implementasi semangat Reverse the Red yang telah dilakukan Indonesia dalam konservasi spesies, yaitu: Pertama, selama pandemi COVID 19, Indonesia telah melepas 335.047 individu satwa liar dari berbagai taksa ke habitat aslinya. sebagai upaya peningkatan populasi dan variasi genetik di alam.
Kedua, penangkaran burung jalak bali (Leucopsar rothschildi) secara ex-situ dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat dan pemangku kepentingan terkait, serta melaksanakan reintroduksi secara besar-besaran ke alam, sehingga populasi jalak bali di alam liar meningkat dari 15 orang. . pada tahun 2000 menjadi 452 pada tahun 2022. di Taman Nasional Bali Barat.
Ketiga, keberhasilan penangkaran badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) in situ di Taman Negara Way Kambas Sumatran Rhino Sanctuary (SRS) yang didirikan pada tahun 1998 dan telah menghasilkan 3 ekor anakan. Melalui program ini, direncanakan lahir badak sumatera baru setiap tahun.
Selanjutnya, menurut Alue Dohong, melakukan teknologi inseminasi buatan pada populasi satwa liar dengan memasukkan sperma dari jantan ke dalam saluran reproduksi betina dengan bantuan manusia untuk menghindari depresi genetik dari populasi yang terfragmentasi/populasi kecil seperti Banteng (Bos javanicus) di Taman Negara. Baluran dan Sumatera. Badak di Taman Nasional Way Kambas.
Terakhir, pemantauan satwa liar menggunakan teknologi GPS Collar pada gajah sumatera yang terancam punah (Elephas maximus sumatrensis) dalam upaya mencegah konflik dengan manusia, harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dilepaskan ke alam liar dan pemasangan radio telemetri pada Orangutan (Pongo pygmaeus dan Pongo abelii). ). ) untuk pemantauan pasca-pelepasliaran di alam liar.
“Kami berharap kegiatan yang kami lakukan ini merupakan bentuk tanggung jawab kami dalam menjaga kelestarian hutan, melestarikan dan bermanfaat bagi masyarakat. Bersama-sama, kita dapat memberikan kontribusi yang lebih efektif untuk memastikan kelestarian spesies dan konservasi ekosistem. Dan kita harus siap memberikan dukungan penuh untuk memajukan tujuan ini,” tutup Alue Dohong,
Konferensi ini bertujuan untuk menunjukkan penerapan praktik terbaik seperti upaya dan inisiatif konservasi terpadu baru, mulai dari perencanaan dan kebijakan, hingga tindakan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat lokal. Acara ini juga menyoroti bagaimana memulihkan populasi spesies yang terancam punah dan manfaat teknologi untuk mendukung konservasi satwa liar.
Eva Volfová, Deputi Menteri Lingkungan Hidup Republik Ceko, Kepresidenan Ceko untuk Dewan Uni Eropa, mengatakan Konferensi Internasional tentang Konservasi Satwa Liar diadakan dalam semangat mendukung komitmen untuk mengimplementasikan Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati, di khususnya dalam mempromosikan internasional, regional dan global untuk konservasi keanekaragaman hayati dan pemanfaatan berkelanjutan dari komponen-komponennya. Hal ini juga sejalan dengan Kerangka Kerja Keanekaragaman Hayati Global Pasca-2020 dan implementasi Strategi Kerjasama Uni Eropa di Indo-Pasifik.
“Kali ini kami mendapat kehormatan, berkat kerja sama dengan Indonesia dan dukungan dari Komisi Eropa, untuk membahas topik tersebut secara lebih rinci dan tepat di kawasan yang merupakan rumah alami banyak spesies yang terancam punah,” kata Eva Volfová.
Konferensi internasional ini berlangsung selama tiga hari, dengan dua hari pertama diselenggarakan sebagai konferensi hybrid di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta. Di hari terakhir, peserta akan mengunjungi Taman Wisata Alam Angke Kapuk dan terlibat langsung dalam melestarikan ekosistem dengan menanam pohon mangrove.
Baca Juga: Persaingan dengan Fintech Relaksasi Kredit, Menjadi Tantangan BNI Kedepan